• Durasi baca: 8 menit

Aku masih ingat banget bagaimana semuanya dimulai. Bukan karena iseng atau lihat tren di TikTok, tapi karena aku “memilih” ikut mata pelajaran pilihan UI/UX di sekolah.

Awalnya sih aku nggak tahu banyak tentang bidang ini, cuma pernah dengar istilah Figma, wireframe, user interface, itu pun masih samar. Tapi karena lagi di fase cari aman aku pilih ini.

Kupikir, “Desain-desain doang, kayaknya nggak terlalu susah. Lagian juga ini sejalur sama jurusanku” Tapi ternyata, aku salah besar... 

Pertama kali belajar Figma di kelas, aku bener-bener buta arah. Semua tools-nya asing, bener-bener belum pernah buka Figma sama sekali. Tapi entah kenapa, aku merasa tertantang.

Aku suka hal-hal visual, dan Figma memberikan ruang buatku untuk bereksplorasi bebas. Waktu guruku menunjukkan contoh-contoh wireframe, UI modern clean, dan aku langsung terpukau. “Gila, ini keren banget. Aku pengen bisa bikin kayak gini.”

Proses belajar kita dimulai dari mencari referensi desain aplikasi yang kemudian akan di gambar di kertas untuk membuat sebuah wireframe kertas yang mana itu adalah konsep awal dalam membuat desain UI/UX. Dilanjutkan di pertemuan selanjutnya dengan belajar membuat sebuah desain prototype.

Beberapa minggu kemudian, guru kami memberi tugas untuk membuat satu desain UI/UX untuk aplikasi yang sudah kita tentukan sendiri. Sebuah desain UI/UX yang benar-benar sudah bisa dioperasikan tombolnya.

Proyek ini bakal berlangsung sekitar sebulan kita mengikuti Mapil (mata pelajaran pilihan), dan minggu pertama full digunakan hanya untuk riset dan referensi. Iya, seminggu penuh cuma buat cari inspirasi. Tapi justru itu jadi minggu yang paling menyenangkan.

Aku mulai buka Behance, Dribbble, Pinterest. Scroll berjam-jam cuma buat lihat gaya desain, kombinasi warna, cara susun elemen, dan animasi transisi.

Ternyata dunia UI/UX luas banget. Setiap desain punya gaya dan tujuan masing-masing. Aku jadi sadar, untuk bikin satu tampilan aja, desainer bisa menghabiskan banyak waktu buat mikir dan merancang. Dan di situ aku mulai menghargai proses.

Hampir setiap malam aku begadang, buka Figma sampai layar laptop terasa jadi bagian dari wajahku. Tapi aku nggak sendirian.

share screen di discord

Aku juga punya teman yang tiap malam kita ngumpul di discord. Sambil share screen, kami kerja bareng, revisi desain, nanya-nanya, bahkan debat kecil soal letak tombol dan warna primer. Tapi semuanya terasa seru.

Yang paling aku suka dari momen itu adalah suasana yang kami bangun. Kami putar playlist bareng, kadang chill lo-fi, kadang juga playlist Taylor Swift dengan durasi 6 jam yang kita buat, suaranya bener-bener memenuhi ruang belajar kami, dan tentu kita tetap sambil melanjutkan desain masing-masing.

Terkadang kami juga mengobrol dan bercanda jika di rasa suasananya sudah mulai mengantuk, tapi itu justru bikin prosesnya terasa ringan. Nggak ada tekanan, cuma kerja bareng orang-orang yang punya tujuan yang sama.

proses prototyping

Hal yang paling menyusahkan buat kita adalah proses membuat prototype, apalagi temanku. Dia sangat sering salah menyambungkan setiap tombol "Ini terlalu membingungkan dan berbelit". Mungkin karna bentuk garisnya seperti benang, dan memang itu membingungkan karna kita harus mengerti alur setiap tombolnya.

proses memilih aset 

Salah satu proses yang sangat aku suka adalah ketika memilih gambar aset, karna aku bisa sepuasnya scroll dan mencari gambar mana yang bagus, sering juga saat terlalu lama scrolling jadi membuatku terdistract dan lupa tujuan awal ingin mencari gambar aset apa.  

Desain kami pun perlahan mulai terbentuk. Dari wireframe sederhana, berkembang jadi tampilan aplikasi utuh lengkap dengan landing page, halaman login, dan dashboard.

preview desain

Dari proyek ini, aku belajar banyak hal. Bukan cuma soal Figma dan UI/UX, tapi juga tentang kerja tim, manajemen waktu (begadang 😅), dan betapa pentingnya menikmati sebuah proses.

Walaupun masih jauh dari sempurna, aku bangga karena semua itu hasil kerja keras kami sendiri, bukan nyontek template. Rasanya puas banget saat lihat desain kami utuh untuk pertama kalinya.

Terkadang aku juga iseng iseng membuat desain bersama kedua temanku yang lainnya, kita pernah membuat desain website untuk pemesanan tiket konser.

desain web nesatix
desain web nesatix
desain web nesatix

Setelah berbulan-bulan projek itu selesai dan aku mulai jarang membuka Figma, tiba- tiba aku menemukan iklan short class tentang UI/UX di Instagram. Kelasnya online, durasinya singkat, dan gratis pula.

Walaupun awalnya ragu, akhirnya aku daftar juga. Kupikir, “Nggak ada salahnya nyoba. Siapa tahu cocok. Sambil nostalgia projek yang bikin aku begadang dulu

Ternyata, ikut kelas itu jadi salah satu keputusan terbaik yang kuambil belakangan ini. Di kelas itu aku belajar banyak hal yang sebelumnya belum pernah dibahas saat kelas mapil kemarin.

Seperti apa itu IA( Information Architecture), dan prinsip desain wireframe, dan masih banyak lagi. Instruktur kelasnya menjelaskan dengan bahasa yang ringan dan gampang dipahami, banyak istilah yang sudah familiar karna kemarin aku mengikuti mapil UI/UX di sekolah. 

project akhir short class membuat apk e-commerce

Kelas itu juga membukakan mataku bahwa UI/UX design bukan sekadar soal desain bagus, tapi tentang bagaimana membuat produk digital yang benar-benar bisa membantu pengguna.

Gimana caranya menyederhanakan proses, membuat interaksi lebih efisien, dan menciptakan pengalaman yang menyenangkan bagi pengguna. Dari situ, aku jadi semakin tertarik untuk mendalami bidang ini.

Mungkin ini terdengar agak impulsif, tapi sekarang aku mulai berpikir untuk serius mengembangkan diri di bidang UI/UX. Aku tahu ini mungkin bukan bidang utama dari jurusan yang aku ambil sekarang, tapi bukan berarti aku nggak boleh punya passion lain.

Justru aku percaya, setiap hal yang aku pelajari akan bermanfaat di masa depan, bahkan yang terlihat nggak berhubungan sekalipun.

Aku juga mulai berani upload hasil belajarku di media sosial, walau masih sederhana. Yang paling penting dari semuanya, aku belajar untuk menikmati proses. Dulu aku selalu merasa terburu-buru ingin cepat bisa, cepat mahir, cepat sukses. Tapi sekarang, aku lebih ingin fokus menikmati setiap langkah.

Karena dari proses itulah aku merasa benar-benar tumbuh bukan hanya secara skill, tapi juga secara mental.

Siapa tahu, dari hal yang awalnya cuma iseng ini, aku bisa menemukan jalan baru yang mungkin nggak pernah aku rencanakan sebelumnya. Mungkin ini langkah kecil, tapi aku yakin ini awal dari perjalanan yang lebih besar.

You are not authorised to post comments.

Comments powered by CComment