Jaman sekarang memang sudah ada indikasi untuk kembali ke masa itu, dimana orientasi kerja kembali ke pekerjaan solo/ freelance. Namun mindset bahwa kerja itu ya ngantor di sebuah perusahaan masih mendominasi. Solo freelance atau solopreneur masih belum menjadi trend dominan di masyarakat. 

Jaman sekarang memang sudah ada indikasi untuk kembali ke masa itu, dimana orientasi kerja kembali ke pekerjaan solo/ freelance. Namun mindset bahwa kerja itu ya ngantor di sebuah perusahaan masih mendominasi. Solo freelance atau solopreneur masih belum menjadi trend dominan di masyarakat. 

Dari masa kita SMA dulu, generasi milenial yang lahir tahun 1980 an s/d 1995 an, bahwa yang namanya mencari nafkah itu adalah bekerja. Maksudnya adalah masuk pagi pulang sore bekerja kantoran. 

Konsep mencari nafkah yang seperti ini begitu kuat dan mendominasi di masyarakat. 

Orang disugesti sekolah tinggi agar mendapatkan pekerjaan yang layak. Maksudnya adalah pekerjaan kantoran masuk pagi pulang sore dan mendapatkan gaji bulanan secara pasti. Hidup enak. 

Kalau menginginkan apa-apa seperti rumah dan mobil misalnya, maka cukup mencicil, dipotongkan dari gaji bulanan. 

Hal ini wajar, karena hal ini disebabkan oleh revolusi industri. Dimana dengan adanya revolusi industri, manusia kasta tinggi adalah mereka yang bekerja kantoran. 

Sebenarnya sebelum revolusi industri, manusia telah biasa hidup sebagai solo freelance atau solopreneur. Kekuatan ekonomi terpecah-pecah di satuan terkecil masyarakat yaitu individu. 

Kerja di era Revolusi Industri

Kalau kita ingin sesuatu maka pesan ke ahli di bidang tersebut. Misal kita ingin pisau ya pesan ke tukang pandai senjata. Kalau kita butuh baju ya pesan ke ahli jahit. Kalau kita butuh makanan ya pesan ke ahli masak. Demikian seterusnya. 

Barang-barang dipesan secara mengerucut ke individu ahli.

Beda dengan sekarang, dimana barang-barang rata-rata disediakan oleh pabrik. Mana jaman sekarang yang disediakan oleh individu ? Hampir tidak ada. Yang ada adalah diproduksi pabrik. Mulai baju, camilan, kendaraan, alat rumah tangga, … semuanya disediakan oleh pabrik. 

Hal ini tentu saja memicu pada kebutuhan tenaga kerja kantoran/ pabrikan. Akibatnya orang-orang berorientasi pada menjadi pegawai/ karyawan. Lama-lama pekerjaan solo ditinggalkan. Dan seperti sekaranglah yang terjadi. 

Bahkan jaman dulu sekali, ketika awal-awal Islam, sudah biasa orang ber-solopreneur atau solo freelance. Sudah biasa orang mencari nafkah dengan cara berdagang. 

Jaman itu di masa Rasulullah, umumnya masyarakat Makkah mencari nafkah dengan berjualan. Munculnya kaum kaya juga berasal dari pedagang yang sukses. 

Sementara orang Madinah umumnya bertani. 

Jadi ketika saat ini muncul trend kembali ke pekerjaan solo, maka itu hanyalah perulangan sejarah. Kita tidak perlu risau.

Anak-anak muda jaman sekarang, trendnya mengarah pada lebih senang di industri pekerjaan solo. Job-job yang bersifat seperti itu menjadi trend di berbagai situs pencari kerja. Katakanlah pekerjaan digital marketing, content creator, dan SEO Specialist. 

Ketiga pekerjaan tersebut menempati rangking 3 pertama pekerjaan paling dicari di bulan Oktober tahun 2022. 

Pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat dikerjakan by remote dari jarak jauh, bahkan dari rumah/ kamar tidurpun juga bisa selama tersedia jaringan internet dan alatnya yang cukup dengan smartphone atau laptop. 

Pekerjaan-pekerjaan seperti itu sebenarnya mirip-mirip dengan pekerjaan-pekerjaan sebelum era revolusi industri sebagaimana yang telah saya tuliskan di beberapa paragraf sebelumnya di atas. Hanya saja mungkin keterlibatan teknologi yang membedakan. 

Pada poinnya pekerjaannya sama-sama bersifat solo (bukan pabrikan/ massal), tetapi bedanya ada pada pemanfaatan teknologi saja. 

Era keterbukaan memungkinan semua orang memiliki peluang yang sama dalam mengakses pekerjaan. Selama terkoneksi dengan internet maka dapat mengaksesnya. 

Nah saat ini, eranya menuju kesana. Saat ini adalah masa transisi menuju terbukanya industri pekerjaan-pekerjaan solo yang bahkan bisa dikerjakan by remote dari jarak jauh. 

Sebenarnya disini ada peluang besar. Anak-anak kita perlu kita siapkan untuk bisa menjawab tantangan ini. Menyiapkan mereka agar tangguh dan memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk masa tersebut merupakan tanggung jawab kita. 

Syabab Camp berusaha menjadi pionir dalam hal tersebut. Syabab Camp berkhidmat pada mempersiapkan generasi muda kita untuk siap menghadapi peluang ini. 

Dengan begitu banyaknya peluang pekerjaan di industri online, Syabab Camp berusaha menjawabnya dengan menyiapkan anak didiknya. 

Kalau kita saat ini mindsetnya bahwa untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus kudu sekolah minimal lulus SMA/ SMK yang membutuhkan sekolah selama 3 tahun. Atau kalau ingin posisi yang lebih tinggi harus sekolah di Perguruan Tinggi antara 4-6 tahun, maka mindset era sekarang ini adalah bahwa tidak harus lulus sekolah dulu untuk bekerja. 

Di Syabab Camp, kita berusaha agar siswanya sudah mampu bekerja di industri IT, konten, dan digital bisnis dengan waktu antara 3-6 bulan saja. Bahkan sejak pertama masuk Syabab Camp langsung disuguhi proyek yang harus dikerjakan. Nah pembelajarannya adalah dari asistensi proyek tersebut. 

Begitu selesai si peserta didik telah menyelesaikan portofolio pekerjaannya. Ilmu yang dia dapatkan dari Syabab Camp langsung bisa diimplementasikan untuk bekerja atau bisnis. Bahkan tinggal melanjutkan saja. 

Jadi ketika ini semua sudah bisa kita implementasikan, seseorang bisa mencari nafkah yang worth it tidak harus dengan lulus kuliah dulu dan mendapatkan pekerjaan kantoran. Dia bisa bekerja cukup dengan pembelajaran 3-6 bulan di Syabab Camp. 

Hal tersebut tentu saja karena pembelajaran di Syabab Camp dirancang untuk siap kerja utamanya di industri digital sebagaimana yang datanya sudah kita paparkan di awal-awal tulisan ini. 

Adapun sekolah untuk tujuan mendapatkan ilmu saja. Sedangkan untuk mencari nafkah cukup belajar di Syabab Camp.