• Durasi waktu baca karya: 20 menit

Fakta dan Data Riil Pendidikan Vokasi: Apakah Langsung Terserap di Dunia Industri

Pendidikan vokasi di Indonesia menjadi salah satu alternatif utama bagi siswa yang ingin langsung bekerja setelah lulus. Dengan kurikulum yang menitikberatkan pada keterampilan praktis dan kerja langsung di industri, pendidikan vokasi diharapkan mampu menjawab kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor. Namun, apakah lulusan pendidikan vokasi benar-benar langsung terserap di dunia industri? Artikel ini akan mengulas fakta dan data riil terkait dengan hal tersebut.

Pengertian Pendidikan Vokasi

Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan yang lebih menitikberatkan pada keahlian praktis di bidang tertentu. Contoh pendidikan vokasi di Indonesia meliputi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Politeknik, serta program Diploma di berbagai perguruan tinggi.

Lulusan pendidikan vokasi baik dari SMK maupun sarjana memiliki kesempatan bekerja dan usaha di mana pun. Industri sendiri mendukung program pendidikan vokasi yang dijalankan pemerintah. Banyak perusahaan industri yang memiliki program sekolah vokasi untuk mendorong pembentukan SDM yang terampil dan unggul.

Melalui program Link and Match yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi langkah untuk meningkatkan kualitas lulusan vokasi agar dapat terserap di dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Kementerian juga gencar mendorong pengembangan pendidikan vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja saat ini. Upaya tersebut sebagai salah satu wujud peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar siap dan mampu bersaing di era industri 4.0.

Tingkat Penyerapan Lulusan Pendidikan Vokasi di Dunia Kerja

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK masih tergolong tinggi dibandingkan dengan lulusan pendidikan lainnya. Data BPS tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK mencapai 9,42%, sementara lulusan Diploma I-III memiliki tingkat pengangguran sekitar 5,87%. (Sumber)

Sementara itu, laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan bahwa sekitar 60% lulusan pendidikan vokasi berhasil mendapatkan pekerjaan dalam waktu satu tahun setelah lulus, sementara sisanya masih mencari pekerjaan atau memilih melanjutkan pendidikan.  (Sumber)

Tantangan dalam Penyerapan Lulusan Vokasi

Meskipun pendidikan vokasi dirancang agar lulusannya siap kerja, masih terdapat beberapa tantangan yang menghambat penyerapan mereka di dunia industri:

  1. Kesenjangan antara Kurikulum dan Kebutuhan Industri
    Kurikulum yang diajarkan di sekolah vokasi belum sepenuhnya selaras dengan kebutuhan dunia industri yang terus berkembang, terutama dalam menghadapi era digitalisasi dan otomatisasi.

  2. Minimnya Link and Match dengan Industri
    Beberapa perusahaan masih enggan menerima lulusan vokasi karena kurangnya pengalaman kerja yang memadai. Kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri masih perlu ditingkatkan.

  3. Persaingan dengan Lulusan Sarjana
    Banyak perusahaan lebih memilih lulusan perguruan tinggi karena dianggap memiliki pemahaman teori yang lebih kuat dibandingkan lulusan vokasi.

Pendidikan Vokasi dan Tantangan di Pasar Kerja

Pendidikan vokasi menjadi salah satu opsi pendidikan strategis bagi pelajar yang memiliki orientasi untuk bekerja selepas sekolah. Berbeda dari pendidikan sarjana yang pendekatannya lebih teoretis, pendidikan vokasi berfokus pada penguasaan keterampilan praktis. Dengan demikian, lembaga pendidikan diharapkan mampu mencetak lulusan yang mampu memenuhi kebutuhan industri.

Namun, meskipun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri, realitanya lulusan vokasi tidak selalu mendapatkan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan lulusan sarjana. Saat ini, mahasiswa sarjana pun semakin aktif mengikuti program magang, sehingga terjadi persaingan ketat di pasar kerja. Banyak perusahaan lebih memilih lulusan sarjana karena dianggap memiliki wawasan yang lebih luas, sementara lulusan vokasi sering kali menjadi pilihan kedua.

Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek turut membuka peluang lebih besar bagi mahasiswa untuk memperoleh pengalaman industri. Namun, sayangnya, banyak perusahaan lebih memprioritaskan mahasiswa S-1 dalam rekrutmen pemagang, meskipun posisi tersebut sebenarnya relevan bagi lulusan vokasi. (Sumber)

Selain itu, stigma masyarakat yang masih menganggap pendidikan vokasi sebagai pendidikan kelas dua turut menjadi tantangan. Banyak perusahaan masih terjebak dalam persepsi bahwa lulusan sarjana lebih kompeten dibandingkan lulusan vokasi, meskipun secara praktik, lulusan vokasi memiliki keterampilan yang lebih terarah dan siap pakai.

Upaya Peningkatan Daya Serap Lulusan Vokasi

Pemerintah dan institusi pendidikan telah melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan daya serap lulusan pendidikan vokasi di dunia kerja. Beberapa upaya tersebut meliputi:

  1. Peningkatan Kerja Sama dengan Industri
    Program magang dan kerja sama antara sekolah vokasi dengan perusahaan semakin diperluas guna memberikan pengalaman kerja bagi siswa sebelum lulus.

  2. Revitalisasi Kurikulum
    Pemerintah telah melakukan penyesuaian kurikulum agar lebih sesuai dengan kebutuhan industri saat ini, termasuk dengan memasukkan pelatihan berbasis teknologi.

  3. Sertifikasi Kompetensi
    Lulusan pendidikan vokasi didorong untuk memiliki sertifikasi kompetensi yang diakui industri guna meningkatkan peluang mereka dalam mendapatkan pekerjaan.

Pendidikan tinggi vokasi diperuntukkan kepada mahasiswa yang tidak mencari gelar semata, ingin memiliki keterampilan profesi yang andal dan mumpuni, karena di pendidikan ini tidak memerlukan kemampuan berpikir yang tinggi, tetapi cukup bagi yang sangat kreatif, disiplin, dan mampu bekerjasama. Dengan konsep lima syarat link and match, pendidikan vokasi semakin relevan dengan kebutuhan dunia industri.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyusun lima syarat minimal untuk memperkuat link and match antara pendidikan vokasi dan dunia industri:

  • Pembuatan kurikulum bersama dengan industri.
  • Keterlibatan industri dalam memberikan guru atau dosen tamu minimal 50 jam per semester.
  • Program magang minimal satu semester di industri.
  • Sertifikasi kompetensi bagi lulusan vokasi.
  • Komitmen industri untuk menyerap lulusan vokasi.

Dengan konsep ini, diharapkan 80% lulusan pendidikan vokasi dapat terserap ke dunia industri, sementara 20% lainnya bisa berwirausaha atau mengambil jalur karier lainnya.

Fakta yang Harus Kamu Tahu Tentang Pendidikan Vokasi

Banyak sekali jenjang pendidikan yang harus kamu lalui di Indonesia. Jika ingin mendapatkan gelar, kamu bisa melanjutkan ke pendidikan sarjana atau pendidikan vokasi. Tujuan utama dari pendidikan ini adalah untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dan layak. Namun, persaingan di dunia kerja sangat ketat, sehingga keahlian khusus menjadi faktor utama dalam memperoleh pekerjaan. (Sumber)

Fakta menarik tentang pendidikan vokasi:

  1. Lebih menyiapkan kamu untuk bekerja
    Mahasiswa vokasi lebih banyak melakukan praktik daripada mempelajari teori, sehingga memiliki keterampilan yang lebih unggul.

  2. Masa studi yang lebih cepat
    Rata-rata masa studi adalah tiga tahun untuk D3 dan empat tahun untuk D4. Dengan perbedaan satu tahun untuk D3, lulusan vokasi lebih cepat mendapatkan pekerjaan.

  3. Fleksibel dalam pilihan karier
    Lulusan vokasi dapat langsung bekerja, melanjutkan studi, atau menjalankan keduanya secara bersamaan.

Pendidikan vokasi yang berkualitas dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan siap kerja.

Revitalisasi Pendidikan Vokasi di Indonesia

Perubahan dunia yang sangat cepat perlu diantisipasi dengan menguatkan sumber daya manusia. Selain melalui kesehatan, juga melalui pendidikan. Selama 30 tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia belum mengalami perubahan mendasar. Sebab itu, untuk dapat mengikuti revolusi industri 4.0, perbaikan dunia pendidikan menjadi krusial.

Direktur Jenderal (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, mulai 2019 pemerintah akan fokus merevitalisasi pendidikan vokasi. Selain untuk meningkatkan kualifikasi SDM dalam dunia kerja, pendidikan ini juga dikembangkan agar relevan dengan kebutuhan industri yang menjadi motor penggerak ekonomi. Sayangnya, data BPS menunjukkan masyarakat berpendidikan SMK menyumbang angka pengangguran tertinggi sebesar 11,2 persen per Agustus 2018.

Ketua Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia, Sigit Pranowo mengatakan, selama ini penghargaan terhadap lulusan vokasi masih rendah, baik yang dari SMK maupun Diploma. Umumnya, pada setiap penerimaan pegawai yang dicari selalu sarjana. Apalagi pada pendaftaran PNS peluang untuk lulusan vokasi masih langka.

"Apakah untuk pekerjaan administrasi harus sarjana? Bahkan saat ini petugas keamanan pun ada yang sarjana. Karena semua pekerjaan harus sarjana, akhirnya bermunculan penyelenggara pendidikan sarjana abal-abal. Lalu untuk apa membuat pendidikan vokasi jika tidak ada kesempatan untuk ikut mendaftar bekerja?," (Sumber)

Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Pendidikan Vokasi

Revitalisasi tenaga pendidik juga menjadi prioritas dalam peningkatan kualitas pendidikan vokasi. Saat ini, tenaga pendidik vokasi umumnya adalah lulusan sarjana dan magister pendidikan akademik, bukan pendidikan vokasi atau magister terapan. Kondisi ini berpengaruh pada cara mengajar dan mengevaluasi kompetensi siswa.

Para pengajar di pendidikan vokasi seharusnya memiliki pengalaman profesional di industri agar dapat memberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, keterlibatan dosen dan guru dalam kegiatan industri menjadi langkah penting dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran di pendidikan vokasi. (Sumber)

Keterlibatan Dunia Usaha

Menurut Sigit, agar dapat mendukung pembangunan, penyelenggara pendidikan vokasi perlu diberi fleksibilitas untuk menetapkan pilihan program studi. Buka tutup program studi juga perlu disesuaikan kebutuhan. 

Dengan begitu, industri tidak perlu menyelenggarakan sekolah kejuruan atau perguruan tinggi sendiri untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya seperti yang saat ini dilakukan banyak perusahaan.

"Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi harmonis antara penyedia dan pengguna tenaga kerja," kata Sigit. Sejak tahun 90-an pemerintah telah mencanangkan link and match antara pendidikan vokasi dan industri. Namun, penyusunan kurikulumnya masih berjalan sendiri-sendiri. Penyelenggara pendidikan merasa mampu melihat kebutuhan industri. Sementara, industri merasa lulusan pendidikan vokasi belum siap kerja. Sebab itu, keterlibatan industri menjadi mutlak agar lulusan vokasi memenuhi standar kebutuhan, misalnya, melalui kegiatan praktik dengan melibatkan instruktur dari industri.

Disamping itu, jika guru dan dosen diberi kesempatan mengikuti kegiatan serta penelitian terapan di industri, produktivitas industri juga akan meningkat.  Indonesia tidak hanya membangun industri manufaktur, tetapi juga industri jasa, keuangan, kesehatan dan lainnya. Dengan demikian, revitalisasi perlu melibatkan semua sektor. Sebab itu, kata Sigit, penyelenggaraan magang bersertifikat selama 6 bulan yang dilakukan Kementerian BUMN merupakan terobosan yang patut didukung.

"Contoh yang sudah lama berlangsung adalah peserta magang diperlakukan sebagai magang teko alias pembuat minuman teh dan kopi. Padahal manfaat dari keduanya dapat diperoleh bila program magang sudah dirancang bersama,"  (Sumber)

Kompetensi Tenaga Pendidik

Sigit mengingatkan, revitalisasi tenaga pendidik juga harus diprioritaskan. Menurutnya, tenaga pendidik vokasi saat ini umumnya adalah lulusan sarjana dan magister pendidikan akademik, bukan pendidikan vokasi atau magister terapan. 

Kondisi ini berpengaruh pada cara mengajar dan mengevaluasi kompetensi siswa. "Bahkan asesor akreditasi pendidikan vokasi yang berlatar belakang akademik seringkali tidak nyambung," katanya.

Pendidikan vokasional lebih mengutamakan praktik daripada teori. Karenanya, para pengajar harus memiliki pengalaman profesional. Jadi, seharusnya pembinaan kompetensi dosen vokasi tidak di jalur akademik. 

Jika dosen terlibat dalam kegiatan industri, pengalaman terapannya akan bertambah dan terbaharui, baik terkait metode kerja maupun peralatan dan teknologi industri termutakhir. 

Alokasi anggaran untuk pendidikan vokasi di 2019 mencapai Rp17,2 triliun, jauh lebih tinggi dibanding tahun 2018 sebesar Rp10,1 trilun. Dana tersebut tersebar di Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perhubungan, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pariwisata. (Sumber)

Anggaran ini akan digunakan untuk melatih 235 ribu tenaga kerja, revitalisasi 12 Politeknik, peningkatan kompetensi 6771 instruktur, serta pengadaan diklat di 26 lembaga. Selain itu, dana ini juga ditujukan untuk pelatihan sertifikasi, penyiapan 1400 ruang praktek di SMK, serta bantuan operasional peralatan pendidikan. (Sumber)

Kesimpulan

Pendidikan vokasi di Indonesia dirancang untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja dengan keterampilan praktis yang sesuai dengan kebutuhan industri. Namun, fakta menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK masih cukup tinggi dibandingkan dengan lulusan pendidikan lainnya. Beberapa tantangan yang menghambat penyerapan lulusan vokasi di dunia industri antara lain kesenjangan kurikulum dengan kebutuhan industri, minimnya kerja sama dengan dunia usaha, serta persaingan dengan lulusan sarjana yang semakin aktif dalam program magang.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti memperkuat konsep link and match, meningkatkan kerja sama dengan industri, merevitalisasi kurikulum, serta mendorong sertifikasi kompetensi bagi lulusan vokasi. Selain itu, kompetensi tenaga pendidik juga menjadi fokus utama, karena banyak pengajar vokasi yang berlatar belakang akademik dan kurang memiliki pengalaman industri.

Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan, pendidikan vokasi tetap menjadi jalur strategis dalam menciptakan tenaga kerja terampil dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan sinergi yang lebih baik antara pemerintah, institusi pendidikan, dan dunia industri, diharapkan lulusan vokasi semakin mudah terserap di pasar kerja dan mampu bersaing di era industri 4.0.

You are not authorised to post comments.

Comments powered by CComment