• Durasi waktu baca karya: 25 menit

BPS 2024: Pengangguran Lulusan SMK Naik, Industri Kurang Menyerap Tenaga Kerja

Tingkat pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kembali meningkat pada tahun 2024. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan SMK menjadi kelompok dengan tingkat pengangguran tertinggi dibandingkan jenjang pendidikan lainnya, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 9,01% pada Agustus 2024. Meskipun mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya (9,31%), angka ini masih lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA (7,05%), diploma (4,83%), dan sarjana (5,25%). (Sumber)

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikdasmen, Tatang Muttaqin, menilai bahwa salah satu penyebab utama tingginya pengangguran lulusan SMK adalah kualitas pendidikan yang belum merata. Dari sekitar 14 ribu SMK di Indonesia, sebagian besar yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah sekolah swasta. Hingga saat ini, Kemendikdasmen baru mampu mengintervensi sekitar 2.400 SMK, dan ke depan diharapkan bisa menjangkau 3.000 hingga 4.000 SMK. (Sumber)

Tren TPT Lulusan SMK 2019–2024

Selama lima tahun terakhir, TPT lulusan SMK mengalami fluktuasi yang signifikan. Pada Agustus 2020, TPT lulusan SMK mencapai puncaknya di angka 13,55% akibat dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak perusahaan mengurangi tenaga kerja. Setelah itu, TPT perlahan menurun hingga mencapai 9,01% pada Agustus 2024. Meskipun ada perbaikan, angka ini masih jauh di atas rata-rata TPT nasional yang hanya sebesar 4,91%. (Sumber)

Tren ini mencerminkan bahwa meskipun kondisi ekonomi membaik setelah pandemi, lulusan SMK masih menghadapi tantangan besar dalam memasuki pasar kerja. Penurunan TPT perlu terus dipertahankan melalui penguatan ekosistem ketenagakerjaan yang relevan dengan kebutuhan industri.

Perbandingan TPT Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Jika dibandingkan dengan lulusan jenjang pendidikan lain, lulusan SMK memiliki TPT yang paling tinggi. Berikut adalah data TPT berdasarkan jenjang pendidikan pada Agustus 2024: (Sumber)

Data
Data Perbandingan Antar Jenjang
  • SD ke bawah: 2,32%
  • SMP: 4,11%
  • SMA: 7,05%
  • Diploma I/II/III: 4,83%
  • Diploma IV/S1/S2/S3: 5,25%

TPT lulusan SMK yang mencapai 9,01% bahkan lebih tinggi dibandingkan lulusan Diploma dan Sarjana. Hal ini menandakan adanya tantangan dalam penyerapan tenaga kerja lulusan SMK oleh industri, meskipun lulusan SMK dirancang untuk langsung bekerja setelah lulus. (Sumber)

Karakteristik Pengangguran Lainnya

  1. Kelompok Usia Muda (15-24 Tahun)
    Sebagian besar pengangguran di Indonesia berada pada kelompok usia muda. Data Sakernas menunjukkan bahwa kelompok usia ini memiliki TPT tertinggi secara keseluruhan, yaitu sebesar 17,32%. Angka ini mencerminkan bahwa banyak anak muda yang baru menyelesaikan pendidikan belum siap sepenuhnya untuk masuk ke dunia kerja. (Sumber)

  2. Kawasan Perkotaan
    Penduduk kawasan perkotaan banyak menganggur dibandingkan di perdesaan. TPT di perkotaan mencapai 5,79%, lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan yang hanya 3,67%. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan konsentrasi pusat ekonomi di kota yang memperbesar persaingan kerja. (Sumber)

<< Kontak Syabab Camp >>
0895-3536-98866

Fokus Industri dan Keterkaitan Keterampilan

Berdasarkan data distribusi lapangan kerja, sektor-sektor yang seharusnya menyerap lulusan SMK, seperti industri pengolahan dan perdagangan, menunjukkan adanya mismatch atau ketidaksesuaian keterampilan. Industri sering kali membutuhkan keterampilan yang lebih spesifik atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang tidak dapat dipenuhi oleh lulusan SMK.

Menurut hasil Sakernas Agustus 2023, lapangan pekerjaan yang memiliki distribusi tenaga kerja paling banyak adalah kategori Jasa sebesar 72,08%, disusul kategori manufaktur sebesar 27,53%, dan kategori pertanian sebesar 0,39%.  (Sumber)

Faktor Penyebab Pengangguran Lulusan SMK

  • Ketidaksesuaian Keterampilan dengan Kebutuhan Industri
    Digitalisasi dan otomatisasi membuat industri membutuhkan keterampilan baru yang sering kali tidak diajarkan di SMK.

  • Persaingan dengan Lulusan Pendidikan Lain
    Banyak perusahaan lebih memilih lulusan diploma atau sarjana yang dianggap memiliki keterampilan lebih luas dan fleksibel.

  • Minimnya Kesempatan Magang dan Pelatihan
    Program link and match antara SMK dan industri masih belum maksimal, menyebabkan banyak lulusan kurang siap memasuki dunia kerja.
  • Ketersediaan Lapangan Kerja yang Terbatas
    Beberapa sektor industri, seperti manufaktur dan perdagangan, mengalami perlambatan, yang berdampak pada berkurangnya lowongan kerja.

Menurut pengamat pendidikan, Edi Subkhan, permasalahan utama SMK adalah kurikulum yang masih terlalu teknis dan kurang membekali siswa dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ia menyoroti bahwa kurikulum SMK harus lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan menekankan keterampilan belajar, beradaptasi, serta inovasi. (Sumber)

Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki, menyebut bahwa peluang kerja bagi lulusan SMK sebenarnya masih cukup tinggi. Namun, sering kali terjadi mismatch antara kompetensi lulusan dan kebutuhan industri. Banyak perusahaan mencari tenaga kerja dengan standar kompetensi tertentu, yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh lulusan SMK. (Sumber)

Solusi untuk Mengurangi Pengangguran Lulusan SMK

  • Pembaruan Kurikulum
    Kurikulum SMK perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri, termasuk menambahkan pelatihan digital dan teknologi terkini.

  • Kolaborasi dengan Industri
    Perusahaan dan SMK harus lebih erat bekerja sama dalam menyediakan program magang, pelatihan kerja, serta perekrutan tenaga kerja langsung dari sekolah.

  • Dukungan Pemerintah
    Program sertifikasi keterampilan, insentif bagi perusahaan yang merekrut lulusan SMK, serta kebijakan pro-lulusan vokasi perlu diperkuat.

  • Mendorong Kewirausahaan
    Lulusan SMK perlu diberi bekal untuk berwirausaha sehingga tidak hanya bergantung pada lowongan pekerjaan di industri.

Cara Melatih dan Meningkatkan Soft Skills

Perbanyak Interaksi dengan Orang Lain

Cara mengembangkan soft skill yang terbilang cukup mudah adalah dengan meningkatkan komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Seiring berjalannya waktu, kita akan mulai dapat memahami perilaku maupun sikap orang lain. Pada saat yang sama, kita bisa mendapatkan feedback atas perilaku dan sikap kita entah secara langsung maupun melalui kontemplasi diri.

Fokus pada Keterampilan yang Ingin Dikuasai

Setelah berkontemplasi atau merenung sekian lama, biasanya kita mampu menyadari soft skills apa yang masih harus ditingkatkan lagi. Misalnya, Sobat Pintar terlalu mudah merasa marah. Padahal, ada banyak hal di dunia kerja yang membutuhkan kesabaran yang juga merupakan salah satu contoh soft skill penting. Dengan menyadari kemampuan soft skill tertentu yang ingin dikuasai, kita bisa secara aktif melatih diri sendiri atau menggunakan bantuan jasa profesional

Aktif di Organisasi

Salah satu cara mengasah soft skill yang bisa dikerjakan secara mandiri yaitu manajemen waktu. Selama belajar dari rumah, Pintar tentu sudah menguasai beberapa trik mudah untuk mengatur waktu. Jika ingin meningkatkan lagi keterampilanmu dalam mengatur waktu, cobalah bergabung dengan organisasi, kegiatan ekstrakurikuler sekolah, atau kegiatan/himpunan mahasiswa. Selain mengelola waktu antara belajar dan aktif di komunitas tersebut, Pintar juga berkesempatan untuk melatih berbagai soft skill contohnya networking, komunikasi, atau yang lain.

Mengikuti Pembelajaran

Karena hard skills sudah diperoleh melalui pendidikan formal, jangan sampai menutup mata bila membutuhkan bantuan profesional untuk mengembangkan soft skills. Contoh kemampuan dan keterampilan yang bisa kita peroleh melalui pembelajaran nonformal yaitu menulis esai, public speaking, fotografi, bahasa asing, koreografi, coding, vokal, animasi, painting, desain grafis, manga drawing, dan lain-lain.

Di masa digital seperti sekarang, pembelajaran nonformal dapat dengan mudah kita peroleh tanpa harus jauh-jauh pergi ke kota lain. Kursus Pintar, misalnya, dapat membantumu mengembangkan soft skills dan kemampuanmu pada bidang tertentu yang secara spesifik sudah Sobat incar selama ini. Kursus Pintar menyediakan berbagai pilihan skills yang ingin Sobat ikuti pada berbagai institusi terpercaya seperti Global Millennial Group, KAHHA Photography, Aki Noo Sora, Cakap, Schooters, Virtu Education, dan masih banyak lagi.

Strategi Meningkatkan Kualitas Lulusan SMK

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai untuk industri. Dalam menghadapi tuntutan pasar tenaga kerja yang terus berkembang, SMK perlu menerapkan berbagai strategi untuk meningkatkan kualitas lulusan mereka. Berikut adalah tujuh strategi ampuh untuk memastikan bahwa lulusan SMK dapat bersaing dan memenuhi kebutuhan industri:

Peningkatan Kurikulum Berbasis Industri

Kurikulum SMK harus diperbarui secara berkala agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Ini mencakup penerapan teknologi terbaru, soft skills, dan keterampilan digital yang relevan.

Pengembangan Fasilitas dan Pelatihan Guru

 Pelatihan Guru

 

Sekolah harus meningkatkan fasilitas praktik dan pelatihan bagi guru agar selaras dengan kebutuhan industri. Investasi dalam laboratorium, bengkel, dan infrastruktur digital sangat diperlukan.

Penerapan Standar Kualifikasi Berbasis KKNI

Standarisasi kompetensi lulusan berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dapat memastikan keterampilan yang sesuai dengan industri.

Sistem Penjaminan Mutu Lulusan

Evaluasi kualitas lulusan secara berkala dengan umpan balik dari industri untuk meningkatkan kesesuaian dengan kebutuhan pasar kerja.

Kerjasama dengan Industri

Meningkatkan link and match melalui magang, program pelatihan, perekrutan langsung, dan sertifikasi berbasis industri.

Pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) Plus

BLK Plus dapat menjadi pusat pelatihan tambahan dan penempatan kerja bagi lulusan SMK, memberikan keterampilan tambahan yang lebih spesifik.

Aliansi Antar SMK dan BLK

Sekolah yang memiliki keterbatasan fasilitas dapat menjalin kerjasama dengan BLK yang lebih lengkap untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dukungan Pemerintah dan Kebijakan Proaktif

Pemerintah perlu memberikan regulasi, pendanaan, serta insentif bagi industri yang merekrut lulusan SMK. Subsidi pelatihan dan sertifikasi juga dapat membantu meningkatkan daya saing lulusan.

Dengan menerapkan strategi ini, lulusan SMK diharapkan lebih siap menghadapi dunia kerja dan mengurangi angka pengangguran secara signifikan. Sinergi antara pemerintah, dunia pendidikan, dan industri sangat diperlukan agar lulusan SMK dapat lebih mudah terserap di dunia kerja dan mampu berkontribusi bagi perekonomian nasional.

Kesimpulan

Kesimpulan dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih menjadi yang tertinggi dibandingkan jenjang pendidikan lainnya, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 9,01%. Meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya (9,31%), angka ini masih jauh lebih tinggi daripada lulusan SMA (7,05%), diploma (4,83%), dan sarjana (5,25%). Hal ini menunjukkan bahwa lulusan SMK masih menghadapi tantangan besar dalam memasuki dunia kerja, meskipun pendidikan vokasi dirancang untuk langsung bekerja setelah lulus.  (Sumber)

Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya pengangguran lulusan SMK adalah kualitas pendidikan yang belum merata, terutama di sekolah-sekolah swasta yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan sekolah negeri. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengintervensi sekitar 2.400 SMK dalam upaya peningkatan kualitas, namun jumlah ini masih kecil dibandingkan total sekitar 14.000 SMK di Indonesia. Program perbaikan diharapkan bisa menjangkau lebih banyak sekolah dalam beberapa tahun ke depan untuk meningkatkan daya saing lulusan SMK di pasar tenaga kerja.  (Sumber)

Tren Pengangguran Lulusan SMK dari 2019 hingga 2024 menunjukkan bahwa meskipun ada perbaikan sejak puncak tertinggi pada 2020 akibat pandemi Covid-19 (13,55%), angka TPT lulusan SMK tetap tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang hanya 4,91%. Hal ini menunjukkan bahwa kendala utama bukan hanya pada faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, tetapi juga pada faktor internal seperti kesesuaian keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri.  (Sumber)

Perbandingan TPT Berdasarkan Jenjang Pendidikan semakin memperjelas bahwa lulusan SMK memiliki tingkat pengangguran tertinggi dibandingkan lulusan pendidikan lainnya. TPT untuk lulusan SD ke bawah hanya 2,32%, SMP 4,11%, SMA 7,05%, diploma 4,83%, dan sarjana 5,25%. Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun lulusan SMK dirancang untuk langsung masuk ke dunia kerja, mereka justru lebih sulit mendapatkan pekerjaan dibandingkan lulusan SMA yang lebih umum dalam bidang akademik. (Sumber)

Karakteristik Pengangguran juga menunjukkan bahwa mayoritas pengangguran berasal dari kelompok usia muda (15-24 tahun), dengan TPT sebesar 17,32%. Ini menandakan bahwa transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja masih menjadi tantangan besar bagi banyak lulusan muda, termasuk lulusan SMK. Selain itu, pengangguran lebih banyak terjadi di kawasan perkotaan (TPT 5,79%) dibandingkan perdesaan (3,67%), menunjukkan bahwa persaingan di kota yang lebih ketat menjadi faktor yang semakin menyulitkan lulusan SMK dalam mendapatkan pekerjaan. (Sumber)

Fokus Industri dan Keterkaitan Keterampilan menjadi faktor penting lainnya dalam tingginya tingkat pengangguran lulusan SMK. Data menunjukkan bahwa sektor industri yang seharusnya menyerap lulusan SMK, seperti manufaktur dan perdagangan, mengalami mismatch keterampilan, yaitu ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan industri. Bahkan, banyak industri kini lebih memilih lulusan diploma atau sarjana yang dianggap memiliki fleksibilitas dan kompetensi yang lebih luas. Hal ini diperparah dengan minimnya kesempatan magang dan pelatihan bagi siswa SMK sehingga mereka kurang siap saat memasuki dunia kerja.

Kesimpulan Akhir

Secara keseluruhan, meskipun terjadi penurunan tingkat pengangguran lulusan SMK dalam beberapa tahun terakhir, angka tersebut masih tetap tinggi dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Penyebab utama tingginya pengangguran ini adalah mismatch keterampilan dengan kebutuhan industri, kurangnya kesempatan magang, serta persaingan ketat dengan lulusan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, dunia pendidikan, dan industri dalam memperbarui kurikulum, meningkatkan keterampilan lulusan, serta menciptakan lebih banyak peluang kerja. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang erat, lulusan SMK dapat lebih siap memasuki dunia kerja dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.

<< Kontak Syabab Camp >>
0895-3536-98866

You are not authorised to post comments.

Comments powered by CComment