Di masa kini, hiruk pikuk mengejar uang kencang bergema. Tak heran, banyak yang terperangkap dalam mentalitas kapitalis, di mana kerja semata-mata demi pundi-pundi rupiah.
Namun, Syabab Camp Mentorship mengajak kita merenungkan ulang paradigma ini.
Kita diajak memperkuat iman: keyakinan bahwa rezeki pada hakikatnya datang dari Allah. Menguatkan iman bukan berarti pasrah tanpa aksi, melainkan menyeimbangkan kerja keras dengan tawakal. Bekerja sungguh-sungguh, berdagang dengan amanah, dan mengasah keahlian adalah kodrat kita. Ini selaras dengan dalil bahwa rezeki terindah berasal dari "makan dari hasil kedua tangan".
Ingatlah, kerja kita hanyalah "jalan" menuju rezeki. Allah, Sang Pemberi Rezeki, yang menentukan kapan dan bagaimana anugerah itu sampai. Terlalu fokus mengejar uang justru bisa membawa stres, mentalitas overlap, dan gengsi.
Coba renungkan, bukankah sering kali rezeki datang dari "jalur lain"? Subsidi tak terduga, bantuan teman, atau kemudahan tak terkira—itu semua bukti bahwa Allah Maha Pengasih. Bahkan saat sepatu butut, rezeki untuk menggantinya pun bisa tiba dengan cara tak terduga.
Janganlah kita "mengambil alih peran" Allah. Tugas kita adalah menjalankan kodrat, bukan mengatur rezeki. Bekerjalah dengan penuh tanggung jawab, amanah, dan kejujuran. Jika diiringi niat baik dan keahlian yang diasah, yakinlah rezeki akan datang dengan sendirinya, atas kehendak Allah semata.
Ini bukan kritik, tapi refleksi diri, ajakan untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan iman, kerja keras, dan rezeki. Jangan biarkan hiruk pikuk duniawi menenggelamkan keyakinan. Ingatlah, hidup ini penuh dinamika, seperti kelupaan yang menjengkelkan namun terkadang berguna untuk melupakan hal-hal buruk. Jadi, mari jaga keseimbangan iman dan kerja keras, jalani kodrat dengan amanah, dan yakinlah rezeki Allah akan datang di kala yang tepat.