Ini bukan tentang mengejar dunia. Tapi tentang akherat. Karena dunia adalah perjuangan. Dan juga begitu banyak perkara akherat (ibadah) yang susah kita capai tanpa dunia yang baik. Oke mungkin tanpa dunia, dakwah tetap kudu jalan.
Ini bukan tentang mengejar dunia. Tapi tentang akherat. Karena dunia adalah perjuangan. Dan juga begitu banyak perkara akherat (ibadah) yang susah kita capai tanpa dunia yang baik. Oke mungkin tanpa dunia, dakwah tetap kudu jalan.
Tetapi tidak boleh hanya sekedarnya saja dalam melaksanakan sunnah dalam mengejar dunia (baca : mengejar rahmat Allah). Ingat kisah nabi Ayyub yang mengejar belalang emas kan?. Jadilah orang yang tamak terhadap rahmat Allah.
Sekali lagi ini bukan tentang dunia, tapi tentang rahmat Allah yang bertebaran di muka bumi. Kita harus serius dan bersungguh-sungguh dalam mengejar rahmat Allah yang bertebaran di muka bumi ini.
Nabi Ayyub saja ketika disembuhkan oleh Allah dari penyakitnya, kemudian dilipatgandakan harta bendanya, dikembalikan istrinya, anak-anaknya juga, tapi ketika Allah menurunkan belalang emas ke sekitar beliau, beliau tetap berhamburan menggapai belalang-belalang emas tersebut.
Dan ketika ditanya oleh Allah mengapa melakukan itu padahal hartanya semuanya telah dikembalikan malah lebih banyak lagi ? Nabi Ayyub mengatakan bahwa intinya beliau tidak akan menyia-nyiakan sekecil apapun rahmat Allah.
Kalo tanpa aturan demi harta semata maka itu tamak dunia, tapi kita kejar sesuai dengan syariatnya. Maka insyaAllah hasilnya juga berkah dan bagian rahmat allah ini.
Maksudnya Disini
Yang kita maksud disini adalah keseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu dunia. Bukan tentang keseimbangan antara akhirat dengan dunia (Kalo direnungi akan tampak perbedaan yang jelas ya).
Karena kalau keseimbangan antara akhirat dan dunia tidak akan pernah bisa karena seperti tingginya langit ketujuh dibandingkan dengan dalamnya palung di Samudra tentu tidak bisa disandingkan. Jauuuh…
Yang dimaksud dengan kesetimbangan antara ilmu agama dan ilmu dunia adalah keduanya sama-sama harus dipelajari dengan serius dan penuh kesungguhan.
Tidak boleh salah satunya dilebihkan daripada yang lainnya. Tidak boleh keduanya dibenturkan juga. Dalam hal waktu, setiap manusia harus pinter-pinternya membagi waktu antara belajar ilmu agama dengan ilmu dunia.
Mengapa harus ada keseimbangan di antara keduanya?
Yang pertama : Bahwa pada dasarnya ilmu dunia itu juga merupakan ilmu agama
Bagaimana maksudnya? Maksudnya adalah bahwa ketika kita belajar mencari dunia dengan dijiwai oleh semangat taat kepada agama, maka pada dasarnya itu juga merupakan ilmu agama. Bisa dipahami ya insyaAllah.
Dan ketika kita mengamalkannya tanpa melepas ikatan pada prinsip-prinsip agama saat menjalankan kegiatan mencari dunia, maka pada dasarnya kita juga akan (insyaAllah) mendapatkan pahala.
Karena dengan berjiwakan pada prinsip-prinsip agama dalam mencari dunia, hal itu merupakan bagian dari ketundukan kepada perintah Allah.
Yang kedua : Bahwa mencari dunia merupakan bagian dari perintah agama
Pada prinsipnya bahwa yang dikecam oleh agama itu adalah ketika hati kita tertambat pada dunia dan menjadikan dunia sebagai tujuan.
Dunia hanya beberapa puluh tahun saja, jangan jadikan tujuan. Sementara akhirat selamanya. Manusia pasti mati dan pada saatnya akan hidup selamanya di akhirat.
Dengan kenyataan seperti ini jangan sampai logika kita terbalik, sebagaimana yang terjadi pada sebagian golongan manusia. Karena akan hidup selamanya di akhirat mereka malah meninggalkan dunia.
Hal ini (meninggalkan dunia total) tentu salah karena dengan meninggalkan dunia justru akhirat jadi “tidak aman” karena begitu banyak amalan yang membutuhkan dunia (harta) untuk bisa terlaksananya amalan-amalan tersebut.
Hal ini sama sekali bukan berarti mengingkari adanya takdir miskin, tetapi yang kita bicarakan disini adalah dalam batas-batas ikhtiar.
Justru dengan fakta bahwa kita tidak hidup selamanya di dunia maka carilah dunia dengan cara-cara yang halal, thayyib, dan sungguh-sungguh. Mumpung masih di dunia sungguh-sungguh lah mendapatkan dunia.
Namun bukan untuk dinikmati dan menjadi puncak pencapaian, tetapi agar langkah kita selamat di dunia tidak menjadi lemah. Dan juga tentu saja dunia (harta) untuk membeli amalan-amalan untuk akhirat yang membutuhkan kan dana.
Nyatanya amalan-amalan tersebut (yang bisa dibeli dengan harta) pada dasarnya tidak terbatas.
Barangkali kalau haji kita sendiri maka selama kita sudah berhaji sekali maka yang lain sifatnya sunnah. Tetapi kalau kita sudah bicara menghajikan orang maka amalan itu sudah bisa dikatakan tidak terbatas banyaknya yang bisa diraih.
Berapapun jumlah harta yang kita miliki sepertinya tidak akan terbatasi oleh jumlah orang yang bisa kita hajikan.
Belum lagi kalau kita mau ngomong kan ibadah umrah. Belum lagi kalau kita omongkan membangun masjid, membangun sekolah, pesantren, jembatan, bahkan memberikan jalan wasilah mencari nafkah bagi banyak orang (ini juga butuh dana yang tidak sedikit).
Di poin terakhir di atas itulah peran dari Syabab Camp saat ini. Yakni kita berusaha untuk menjadi wasilah ilmu mencari nafkah di zaman digital ini ke semaksimal mungkin orang yang bisa kita jangkau.
Kita membutuhkan dana untuk itu. Selain itu kita juga perlu mengumpulkan ilmu-ilmu di bidang tersebut untuk diajarkan ke mereka yang membutuhkan tersebut.
Jelas tidak mungkin saya sendiri untuk bisa membiayai ini sendirian. Disini dibutuhkan amal jama’i. Dibutuhkan saling bergandengan tangan di antara kita semua untuk berjalan beriringan menggapai cita-cita.
Tapi sekali lagi selalu kita sampaikan bahwa jangan sampai kita tertipu oleh dunia. Pembelajaran agama tetap harus dan belajar agama dan dunia harus seimbang, seperti judul artikel ini.
Ketika kita berusaha dengan keras untuk mendapatkan dunia, hal itu juga bagian dari kepedulian kita terhadap sesama muslim. Barangkali sudah sering kita dengar betapa saudara-saudara kita yang tinggal di di wilayah yang agak jauh dari pusat dimana mereka sampai berani menggadaikan aqidah mereka demi Indomie.
Dimana misionaris yang disupport penuh oleh gereja-gereja yang memiliki banyak uang masuk lewat pintu ini untuk mendakwahkan ajaran mereka.
Dan memang kenyataannya saudara-saudara kita tersebut memang membutuhkan. Sementara ironisnya kita tidak bisa membantu mereka karena kitapun juga miskin. Kan tidak lucu ini.
Dan ketika datang para misionaris menawarkan bantuan kepada mereka, kalau kita miskin, kita bisa berbuat apa? Paling banter hanya bisa dengan lisan menasehatkan mereka untuk jangan mau. Ini bagus, tapi ada permasalahan lain yang butuh dicarikan solusi. Yakni masalah perut.
Jika kita memiliki sesuatu kelebihan harta, Insyaallah kita bisa mengambil alih apa yang dilakukan oleh misionaris tersebut ke saudara-saudara kita. Dengan harta yang kita miliki, kita bisa mencegah hilangnya aqidah dari dada-dada saudara-saudara kita tersebut.
Oleh karena itu sekali lagi bahwa mengumpulkan harta itu sangat penting dan mendesak kalau kita lihat dari kenyataan-kenyataan seperti ini.
Yang bisa membantu saudara-saudara kita yang terancam oleh gempuran Indomie dan sembako tersebut untuk ditukar dengan aqidah adalah uang untuk membeli ganti Indomie yang diberikan oleh para misionaris tersebut.
Okelah mungkin para dai bisa mengingatkan akan pentingnya aqidah. Terlalu murah jika ditukar dengan dunia. Namun ceramah-ceramah agama akan lebih baik jika didampingi dengan praktek aksi nyata berbagi urusan perut dengan mereka yang membutuhkan.
Oke dakwah mungkin tetap bisa jalan tanpa dana perut, karena alhamdulillah di negeri ini tidak ada yang melarang ceramah dan dakwah fardiyah.
Akan tetapi efektivitasnya sepertinya akan jauh lebih besar jika diimbangi dengan kegiatan-kegiatan bantuan untuk mereka yang membutuhkan tersebut sehingga tidak ada lagi jalan bagi orang-orang misionaris untuk mengambil peranan.
Semoga kedepannya Syabab Camp bisa menjalankan peran trigger para pemuda-pemuda calon penerus masa depan ini untuk lebih bisa menghasilkan uang, cara-cara yang thoyyib, dan dilambari oleh semangat mencari dunia adalah untuk membeli akhirat yang baik selama-lamanya.
<< Tanya Lebih Lanjut >>
0895-3536-98866